Kacamata VS Lensa Kontak

Beberapa waktu lalu saya menghabiskan tiga buah kacamata dalam waktu dua bulan.

What? Kok bisa habis?

Tenang, tiga buah kacamata saya bukan habis dikunyah, tapi ... patah. Insidennya macam-macam. Ada yang terinjak, ada yang tertinggal di petiduran bersama bayi usia 1 tahun dan ketika ditemukan sudah tak berbentuk, dan satu lagi ... terjatuh saat dipakai karena salah satu bautnya terlepas setelah mengalami beberapa kali 'penyiksaan' yang membuat kondisinya 'mengenaskan'. Miris.

Saya sudah berkacamata sejak empat belas tahun yang lalu, ketika masih duduk di kelas dua SMA (ketahuan deh saya udah SMA ketika Pasha Ungu masih unyu-unyu). Waktu itu kacamata saya minusnya cuma 0.5mm. Saya masih bisa beraktifitas walau tanpa kacamata. Saya menggunakan kacamata hanya ketika saya berada di dalam kelas. Tapi sekarang, ukuran kacamata yang saya pakai enam kali lipat lebih tebal dari ukuran kacamata pertama saya.

Saya sudah terbiasa menggunakan kacamata, bahkan ketika tidurpun kadang saya lupa untuk melepasnya. FYI, saya ini gampang banget ketiduran a.k.a pelor (begitu nemPEL bantal, langsung moLOR) sampai-sampai buat lepas kacamata aja nggak sempet. Karena itulah saya sepertinya tidak bisa hidup tanpa kacamata.

Saya masih enggan untuk membeli kacamata baru. Mungkin lebih tepatnya 'trauma'. Takut menjadikannya sebagai korban keempat. Akhirnya, sebelum saya memutuskan untuk membeli kacamata baru, saya memutuskan untuk membeli lensa kontak. (Bagaimana susah payahnya dan konyolnya saya ketika belajar menggunakan lensa kontak, insya Allah nanti saya cerita lain waktu di tulisan saya yang lain)

Bagi saya menggunakan lensa kontak itu kurang praktis, butuh waktu beberapa menit untuk memakai maupun melepasnya, belum lagi harus cuci tangan dulu sebelum menyentuh benda kecil itu. Apalagi seorang pelor seperti saya ini, yang paling saya takutkan selama menggunakan lensa kontak adalah: takut ketiduran. Agak seram membayangkan bagaimana kalau tidak sengaja tertidur ketika lensa kontak masih terpasang. Daaan mencoba bertahan untuk tetap terjaga di perjalanan yang cukup jauh (menempuh sekitar dua jam perjalanan dengan kendaraan roda empat) adalah suatu perjuangan berat bagi saya.

Jadi, untuk yang mudah tertidur di perjalanan atau dimanapun seperti saya, tidak disarankan untuk menggunakan lensa kontak selama perjalanan. Lebih baik, gunakan lensa kontak setelah tiba di tempat tujuan.

Berbeda dengan menggunakan kacamata yang dalam satu detik langsung 'plek' nempel deh, ketiduran pun nggak masalah.

Tetapi dengan menggunakan lensa kontak, seluruh dunia terlihat begitu jelas, tanpa ada garis tepi seperti saat menggunakan kacamata. Wajahpun terlihat lebih fresh tanpa kacamata. Katanya, sih, kelihatan lebih muda.

Setelah selama kurang lebih satu bulan menggunakan lensa kontak setiap hari, rasanya saya kangen kacamata. Apalagi di pagi hari dengan ke-hectic-an khas emak-emak dengan dua anak yang mau berangkat sekolah plus saya sendiri yang mau berangkat sekolah juga, rasanya seperti "teu ari" (apa ya padanan katanya dalam bahasa Indonesia?) jika harus meluangkan waktu untuk memasang lensa kontak.

Saya dikejutkan dengan kedatangan penjual kacamata langganan saya di sekolah tempat saya mengajar. Mungkin ini sudah waktunya saya beli kacamata baru. Dan taraaa akhirnya sekarang saya berkacamata lagi. Bye bye lensa kontak, kamu akan saya pakai di saat-saat tertentu saja, ya.

Aku tim kacamata. Kalau kamu tim mana? Tim kacamata atau tim lensa kontak?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memilih PAUD Insan Madani : Pengalaman Pendidikan Yang Berkualitas

Menemukan Semangat Baru di Temu Pendidik Nusantara XI

"Cerita Sebelum Bercerai", Sebuah Catatan Romantis Seorang Suami (Book Review)