Hardiknas: Momentum Tepat untuk Menyelami Kembali Makna Pendidikan

Walaupun Hardiknas sudah seminggu yang lalu, tapi nggak apa-apa, kan, baru bahas sekarang? Masih bulan Mei, kan? hehehe 😁

Kalau tidak salah, baru saja tahun kemarin pemerintah menghimbau pihak sekolah untuk menyelenggarakan peringatan Pekan Pendidikan Nasional, (Bukan lagi 'hari' melainkan 'pekan') yang dapat diisi dengan berbagai kegiatan terkait peringatan hari lahir Ki Hajar Dewantara, seorang pelopor pendidikan bagi kaum pribumi pada masa penjajahan Belanda. Sayangnya, tahun ini tidak ada keramaian di hampir setiap sekolah untuk peringatan tersebut. Bahkan mungkin, tak sedikit sekolah yang melewatkan momentum hari pendidikan.

Pada masa pandemi ini, agak miris memang, para siswa belajar dari rumah begitu juga  para guru yang mengajar dari rumah, tanpa ada kepastian sampai kapan semua ini akan berlangsung. Faktanya, muncul 'guru-guru' baru yang mengajar para putra-putrinya di rumah. Tak sedikit yang mengeluh atas repotnya mengajar anak-anak bahkan sampai mengatakan bahwa para guru diuntungkan dengan adanya wabah ini dengan menuduh 'makan gaji buta'. Padahal, seperti halnya para peserta didik yang belajar dari rumah, para guru pun mengajar dari rumah untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh dengan berbagai moda.

Pada masa yang penuh ketidak-pastian seperti sekarang, nasib sekolah pun entah bagaimana kelanjutannya. Walaupun pembelajaran tetap berjalan, tapi tidak ada yang bisa menjamin semua peserta didik melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arahan para guru. 

Berbicara soal pendidikan, pendidikan itu sebetulnya bukan hanya tentang sekolah, guru, kementrian pendidikan, dan para pemangku kebijakan lainnya, pendidikan juga milik para orangtua. Justru orangtualah yang memiliki peranan terpenting dalam pendidikan. Karena pendidikan yang ditanamkan dari keluarga, yang didalamnya terdapat nilai-nilai untuk memanusiakan manusia, seharusnya bisa menjadi pondasi utama untuk membangun karakter anak. Nyatanya, tak sedikit orangtua yang lupa bahwa dialah pemegang penuh tanggung jawab atas pendidikan anak.

Berbicara tentang pendidikan, juga tak melulu tentang anak. Merujuk pada istilah 'long life education', pembelajar bukan hanya anak-anak. Kesempatan untuk belajar bagi siapapun yang sudah bukan 'anak-anak' lagi kini makin berkembang sejalan dengan berkembangnya teknologi. Berbagai training dan seminar online dapat dengan mudah diakses semudah menggerakan ibu jari pada gawai dalam genggaman. Tapi yang menjadi persoalan adalah seberapa besar minat belajar yang dimiliki oleh para orang yang sudah bukan 'anak-anak' ini?

Jujur, dalam tulisan ini sebetulnya saya ingin mengangkat isu tentang orangtua yang enggan untuk belajar bagaimana cara menjadi orangtua. Tapi bingung juga, sih, mengolah kata-katanya 😬 Menjadi orangtua itu nggak kayak beli alat elektronik yang sudah tersedia buku panduan di dalam boxnya. Bukan hanya anak yang harus belajar, melainkan orangtua yang harus menjadi teladan bagi anak supaya bisa mengikuti jiwa pembelajarnya. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk belajar menjadi orangtua, seminar parenting sudah menjamur, buku-buku parenting tersedia dimana-mana, artikel online dapat dengan mudah diakses, tinggal 'mau'nya aja, kok.

Di tengah pandemi ini, ada salah satu hikmah yang bisa kita ambil, yaitu mengembalikan peranan orangtua dalam pendidikan anak, menegaskan kembali bahwa orangtua memegang peranan penting dalam berhasil atau tidaknya seorang 'manusia' menjadi 'manusia seutuhnya' karena pada dasarnya tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia.

Selamat hari pendidikan nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memilih PAUD Insan Madani : Pengalaman Pendidikan Yang Berkualitas

Menemukan Semangat Baru di Temu Pendidik Nusantara XI

"Cerita Sebelum Bercerai", Sebuah Catatan Romantis Seorang Suami (Book Review)