Nulis Fiksi? Awas Plot Hole!


Ada berbagai macam tulisan fiksi, diantaranya cerpen, fiksi mini, cerita bersambung, novel dan lain sebagainya. Itupun dalam berbagai genre, seperti fiksi islami, horor, remaja, dan masih banyak lagi.

Walaupun fiksi, tapi bukan berarti penulis dapat bebas menggunakan imajinasinya. Cerita yang dibangun tetap harus memperhatikan logis atau tidaknya cerita, walaupun cerita tersebut bergenre fantasi, apalagi untuk cerita non fantasi. Pernah dengar istilah Plot hole?

Menurut www.kompasiana.com, plot hole adalah sebuah lubang atau tidak konsistennya suatu alur cerita ataupun film yang biasanya melawan arus dari logika, tidak relevan. Plot hole biasanya menunjukan kelemahan dalam suatu cerita, dan penulis biasanya sebisa mungkin menghindari plot hole untuk membuat cerita mereka senyata mungkin.

Sebagai contoh, dalam sinetron, ada tokoh yang diceritakan siuman dari sebuah kecelakaan dan berada di rumah sakit lengkap dengan jarum infus yang melekat di tangannya. Tiba-tiba dia berniat kabur dan dengan mudahnya melepas jarum infus tanpa peralatan yang seharusnya. Bagi yang pernah mengalami, pasti akan mencibir adegan ini karena melepas jarum infus, tuh, nggak semudah itu.

Nah, lalu bagaimana dg cerita yang bergenre fiksi? Tetap harus memperhatikan alur cerita. Superman yang bisa terbang itu nggak masuk akal, tapi karena dikemas dalam genre fiksi, itu nggak jadi masalah. Yang menjadi masalah adalah apabila dalam sebuah cerita ada lompatan alur yang terkesan dipaksakan.

Selalu salut dengan drama korea dalam mengemas cerita, walaupun bergenre fantasi, ceritanya nggak bikin penonton mengernyitkan dahi dan berkata "ih apaan, sih, geje" tapi penonton justru dibawa ikut larut dalam cerita. Nah, yang seperti itu terjadi karena si penulis benar2 meminimalisir adanya plot hole.

Lalu, apa yang perlu dilakukan untuk meminimalisir plot hole ?

1. Buat kerangka karangan
Menulis fiksi tetap membutuhkan kerangka. Justru kerangka fiksi lebih rumit dibandingkan dg kerangka non fiksi. Saya pernah lihat kerangka salah satu novel. Dalam Kerangkanya terdapat biodata lengkap masing-masing tokoh, plus timeline yang dialami masing-masing tokoh. Seperti contoh Tokoh A: tahun xx lahir, tahun xx (usia x) masuk SMA, tahun xx (Usia x) bertemu pertama kali dg tokoh B. Nah, timeline si tokoh B ini harus selaras dengan timeline tokoh A.

2. Riset
Siapa bilang nulis fiksi nggak perlu riset? Riset sangat diperlukan dalam membangun cerita. Contoh kecilnya dalam membangun setting (latar/tempat). Misalnya, setting cerita di kota Garut, penulis harus mampu mendeskripsikan latar sesuai dengan apa yang ada di Garut. Kalau penulisnya orang Garut, sih, nggak masalah. Kalau penulisnya  nggak pernah menginjakkan kaki di Garut sama sekali? Disinilah butuh riset. Bukan berarti harus mengunjungi tempatnya secara langsung, riset bisa juga dengan menambah referensi bacaan mengenai kota Garut, melihat foto-foto, dan lain sebagainya. Sama halnya dengan cerita yang mengambil salah satu penyakit. Misal, Tokoh A mengidap penyakit kanker, penulis perlu mengadakan riset tentang penyakit tersebut. Hal ini perlu agar tidak muncul plot hole dalam cerita.

Yuk, ah, Praktekin....



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memilih PAUD Insan Madani : Pengalaman Pendidikan Yang Berkualitas

Menemukan Semangat Baru di Temu Pendidik Nusantara XI

"Cerita Sebelum Bercerai", Sebuah Catatan Romantis Seorang Suami (Book Review)